Ketika memberikan komentar pada blog Guru Kreatif, Creative Teacher, Pak Agus Sampurno mengenalkan suatu istilah yang masih asing di telinga saya, Student Led Conference (Thx sir, for inspiring me). Rasa penasaran menggelitik dan mendorong saya mencari tahu, apa sih Student Led Conference itu sebenarnya. Inilah rangkuman pemahan saya mengenai Student Led Conference.
Komunikasi evaluasi performance belajar anak biasanya berlangsung antara orang tua dan guru. Sesuai jadwal yang ditentukan, orang tua datang ke sekolah anak menemui guru dan mendiskusikan performance belajar anak. Student Led Conference merupakan salah satu bentuk komunikasi evaluasi performance belajar, dimana anak mengambil peran dalam proses tersebut. Teknik ini mulai dipraktekkan di beberapa sekolah di Amerika Serikat.
Pada Student Led Conference, murid mendapat kesempatan mengkomunikasikan kepada orang tua dan guru mengenai performance belajarnya, kekuatan dan kelemahannya dalam belajar, bahkan membuat perencanaan diri di masa mendatang. Hal ini memberikan kesempatan bagi murid untuk turut bertanggung jawab atas proses akademis yang Ia lalui. Berbeda dengan kebanyakan proses evaluasi performance belajar, evaluasi yang didapatkan orang tua melulu berasal dari perspektif guru. Sedangkan murid sebagai pelaku dalam proses pendidikan itu sendiri tidak mendapat kesempatan untuk menyampaikan perspektifnya. Selain itu, Student Led Conference membuka kesempatan untuk komunikasi yang jujur dan terbuka antara guru, orang tua, dan murid.
Keberhasilan Student Led Conference sangat ditentukan oleh kesiapan guru dan murid dalam menghadapinya. Murid-murid perlu diberikan gambaran mengenai kegiatan ini, jika dimungkinkan diberi kesempatan untuk melakukan role play. Menurut Laura Hayden, guru Derby Middle School Kansas dalam Letting Students Lead Parent Conferences (artikel yang dipublikasikan oleh National Association of Elementary School Principals in Middle Matters) bahwa format Student Led Conference sangatlah penting, namun kesuksesannya paling ditentukan oleh seberapa baik murid-murid disiapkan. Berikut adalah rangkuman dari berbagai hal yang perlu disiapkan sebelum berlangsungnya Student Led Conference:
1. Menyiapkan porfolio dalam suatu binder untuk masing-masing siswa.
Portfolio dapat berupa tugas-tugas khusus, pekerjaan rumah, kuis, atau proyek yang dikerjakan anak. Guru membimbing murid-murid untuk menata protfolio pribadinya dalam setiap binder. Portfolio tersebut merupakan gambaran nyata mengenai performance anak dalam periode tertentu sebagai indikator tingkat pemahaman anak mengenai suatu subjek pelajaranl. Nantinya portfolio tersebut menjadi bahan utama anak untuk membuat laporan performance balajarnya.
2. Membimbing anak membuat refleksi.
Dengan mengacu pada portfolio individualnya, murid dibimbing untuk membuat refleksi mengenai performance belajarnya. Guru dapat menyiapkan form khusus untuk memudahkan anak membuat refleksinya. Refleksi tersebut menyangkut tingkat performance murid untuk masing-masing subjek mata pelajaran, subjek yang dianggap mudah dan menarik, begitu pula sebaliknya, serta target yang ingin dicapai di periode mendatang. Avis Breding, guru Jeannette Myhre School Bismarck, North Dakota, yang telah berpengalaman menyelenggarakan Student Led Conference selama 4 tahun menyiapkan beberapa form bagi murid. From-form tersebut merupakan self-rating (rating yang dibuat individu yang bersangkutan menyangkut pengalaman dan persepsi pribadinya). Form pertama mengisyaratkan murid untuk membuat rangking subjek pelajarna yang dari yang paling Ia sukai sampai paling tidak sukai dan menjelaskan masing-masing alasannya. Form kedua memberi kesempatan pada murid untuk menjelaskan berbagai kemampuan dan kebiasaan belajaranya, termasuk tingkat pemahaman, prestasi belajar, seberapa baik Ia mampu menyelesaikan tugas-tugasnya, dan bagaimana pengalaman dengan teman-teman sekelasnya. Form terakhir mengajak siswa membuat perencanaan target pribadinya di periode mendatang.
3. Role Play Student Led Conference
Mendekati jadwal Student Led Conference, guru mengajak murid-murid untuk melakukan role play Student Led Conference. Murid-murid berperan sebagai guru dan orang tua, sedangkan guru berperan sebagai murid. Guru memberikan gambaran bagaimana mempresentasikan protfolio dan refleksi yang telah dibuat sebelumya. Murid juga perlu diberikan contoh bagaimana cara menyampaikan semuanya dengan jujur dan terbuka, termasuk mengenai kegagalannya dalam beberapa subjek pelajaran. Murid-murid akan memegang kendali dalam Student Led Conference ini, sehingga perlu mendapatkan gambaran pula bagaimana mengatur jalannya pertemuan, memberikan kesempatan orang tua dan guru memberikan tanggapan, dan membuat kesimpulan akhir dari pertemuan tersebut.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Donald G. Hackman – asisten profesor Iowa State University (dipublikasikan dalam ERIC Digest dengan judul Student-Led Conference at the Middle Level) mengemukakan keuntungkan dari kegiatan ini yaitu :
· Murid-murid memperoleh tanggung jawab personal dalam performance akademisnya
· Orang tua, guru dan murid mendapatkan kesempatan untuk melakukan proses dialog yang terbuka dan jujur
· Rata-rata kehadiran orang tua pada pertemuan tersebut meningkat
· Murid belajar proses evaluasi diri (self-evaluation)
· Murid mengembangkan kemampuan organisasi dan komunikasi oral
Di sisi lain, kegiatan ini juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah mengenai manajemen waktu. Seringkali terjadi orang tua dan murid begitu antusias dalam mengikuti kegiatan ini sehingga terkadang waktu yang disediakan tidak mencukupi. Seringkali harus dibuat jadwal yang terpisah untuk masing-masing murid dan orang tua. Kebanyakan guru menyatakan kepuasannya dalam pertemuan semacam ini, namun tidak semua orang tua merasa puas. Kebanyakan orang tua setuju dengan kegiatan semacam ini, namun masih merasa perlu untuk melakukan konsultasi terpisah dengan guru setelah itu. Kegiatan ini memang lebih dirasakan manfaatnya oleh beberapa murid. Berikut komentar beberapa murid Avis Breeding di Jeannette Myhre School Bismarck, North Dakota.
Jake (sixth grade) : “What I like about student-led conferences is we have to tell our moms and dads why we have an F and other grades,”
Dawn : “I think student-led conferences are OK. The first time you really don’t like them is when you have bad grades and you have to tell your parents why your grades are bad. The thing I like most about student-led conferences is that we have to do the talking and not just the listening. Then you get to show your parents your work and some things you have been doing in school.”
Bagi saya pribadi, Student Led Conference ini merupakan suatu hal yang menarik dan dapat dicoba diimplementasikan pada pendidikan di Indonesia. Kegiatan ini tampaknya sesuai dengan semangat pembelajaran yang sedang digaung-gaungkan di Indonesia, pembelajaran dengan pendekatan multiple intelligence. Kegiatan ini akan menggambarkan bahwa setiap anak memiliki keunikan masing-masing dan yang lebih penting setiap anak mendapatkan pemahaman tersendiri mengenai keunikannya itu. Semakin dini anak mendapatkan pemahaman tersebut, semakin dini pula Ia dapat membuat perencanaan mengenai masa depannya. Akhirnya kegiatan belajar tidak terasa hambar, karena masing-masing anak tahu dan sadar apa yang perlu mereka pelajari dalam proses akademis untuk mendukung keunikan dan pengembangan dirinya. Hal ini tentu saja akan berbeda dengan kebanyakan anak yang sampai lulus SMU tidak tahu mengapa harus mempelajari sistem integral selain untuk mendapatkan ijazah kelulusan atau nilai yang baik dalam pelajaran matematika.
Menyelenggarakan Student-Led Conference di sekolah-sekolah kita tentu tidak sederhana, namun juga tidak akan sulit (hanya membutuhkan kerja yang lebih keras :P). Kegiatan ini membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang, paling tidak dalam satu periode. Tiap sekolah memiliki kesempatan untuk mengembangkan kegiatan ini, mengingat kurikulum terbaru Indonesia mengisyaratkan kebebasan bagi masing-masing satuan pendidikan (sekolah) untuk melaksanakan proses belajarnya. Bukan hanya murid, orang tua juga perlu mendapatkan sosialisasi mengenai kegiatan ini.
Tampaknya kegiatan ini tepat dipraktekkan pada tingkat pendidikan menengah dan atas. Murid-murid pada tingkat pendidikan tersebut sudah memiliki tugas untuk menentukan karirnya di masa mendatang (sesuai tugas-tugas perkembangan remaja awal). Hendaknya anak-anak di tingkat pendidikan tersebut sudah dituntut untuk memiliki tanggung jawab atas perbagai perilakunya, termasuk dalam performance belajar. Anak-anak pada tingkat pendidikan tersebut juga memiliki kebutuhan yang besar untuk mengekspresikan dirinya, termasuk didengarkan pendapat dan aspirasinya. Bukan berarti tingkat pendidikan di bawahnya tidak dapat menerapkan kegiatan ini. Dalam artikel Hackman, Ia menggambarkan pernah menghadiri student-led conference anaknya di taman kanak-kanak selama 2 tahun. Sebagai orang tua sekaligus peneliti, Ia sangat tertarik dengan kemampuan anaknya menyampaikan apa yang didapatkan di sekolah, walaupun masih memerlukan bantuan guru.
Ini rangkuman pemahaman yang dapat saya buat. Saya membayangkan di masa mendatang dapat menghadiri Student-Led Conference yang dipimpin oleh anak-anak saya. Atau sebenarnya sudah ada beberapa sekolah di Indonesia yang sudah mempraktekkannya?
(Sumber : http://www.educationworld.com/a_admin/admin/admin112.shtml)
Wah luar biasa ibu ini,
saya jadi senang campur gembira
ternyata anda pembelajar sejati.
Berawal dari istilah baru, langsung jadi tulisan yang mencerahkan.
Miss Unie, sebelum masuk ke SLC atau Student Led Conferences biasa nya sekolah melakukan three way conference dulu. Maklum butuh pembiasaan agar suasana pengambilan rapor tidak jadi semacam pengadilan untuk anak didik kita. Kalau suasana seperti pengadilan siswa akan berpikir sekolah itu tidk menyenangkan.
Jikalau anda berkesempatan mampir ke Jakarta.
Silahkan datang ke sekolah saya, tanggal 18 dan 19 Maret nanti.
Kebetulan saat itu adalah saat SLC atau Student Led Conferences. Anda bisa lihat cara sekolah saya ‘merayakan proses belajar’ dari setiap siswa.
sukses terus Missunita..
terima kasih, pak agus…sya memang tertarik sekali dengan tema ini. sayangnya kemungkinan kecil saya bisa melihat perayaan di sekolah bapak. saya tunggu sekali untuk oleh-oleh dari perayaan itu…dan as an expert, semoga nantinya bapak tidak keberatan kalo saya tanya-tanyain tentang SLC ini. Sekali lagi, thx 4 inspiring me… 🙂
[…] Cara itu adalah mengubah acara pengambilan rapor menjadi ‘student lead conference’ (silahkan menuju blog miss Unita mengenai hal ini) […]
Miss Unita,
Mohon ijin situs ini untuk tulisan di blog saya mengenai SLC (student led conference).
[…] mengetahui lebih lanjut apakah yang dimaksud dengan Student Lead Conference silahkan masuk ke blog Miss Unita. Jadi tunggu apalagi, rayakan proses pembelajaran siswa anda di sekolah dengen menerapakan SLC. […]
pak agus yang semakin kraetif… bagaimana kalo SLC di pakai untuk sekolah non formal (TPA, Madrasyah ato pesantren) menarik kali..
logo “unita”nya mana GENG???”
Hi Miss Anita, yo opo kabare???
Aku arek suroboyo, tapi sekarang di Solo. Di Surabaya pas saya masih bergabung dengan Sek Ciputra, kita udah menerapkannya pada level SD dan berhasil. Sekarang saya di Solo, mimpin sekolah juga, nah saya juga akan mengadakan SLC pada murid-murid di sini. Nama sekolahku sekarang FIS (Focus Independent School).
Jadi, kesimpulannya SLC dapat diterapkan sedini mungkin. Kan kita percaya kalau setiap anak punya kemampuan dan kelebihan masing-masing.
keren 🙂